Selasa, 30 September 2008

Narasi Foto: Berkunjung ke Rumah Limas Buyutku (1)







Oleh T. Wijaya
BERKUNJUNG ke rumah limas yang dibangun buyutku, Kemas Muhammad Bachtiar, tahun 1905, yang berada di kampung 30 Ilir, Palembang, dapat dilalui dari jalan darat maupun sungai.
Berbeda dengan rumah Limas yang berada di tepian sungai Musi bagian Palembang Ilir, yang mana terasnya menghadap ke darat, rumah yang dibangun buyutku mirip rumah Limas di bagian Palembang Ulu yakni terasnya menghadap sungai Musi.
Rumah buyutku ini memiliki halaman. Halaman ini berupa susunan papan yang dibangun di atas tepian sungai Musi.
Dari sungai Musi, yang ingin ke halaman ini, harus naik tangga kayu. Kalau musim penghujan, tinggi tangga berkisar 1-2 meter, tapi di musim kemarau tinggi tangga mencapai 3-4 meter. Tangga itu sendiri setinggi 10 meter hingga ke dasar tepian sungai.
Dari sungai Musi, rumah Limas ini sangat menonjol sebab dindingnya dicat kuning dengan lis warna merah.
Memasuki rumah Limas ini kita lebih dahulu memasuki teras yang warnanya dominan hitam. Sebuah jendela yang diberi kerang-kerang kayu.
Lalu kita naik ke kijing dua, ruang tamu. Di ruangan ini terdapat sejumlah kursi tamu, hiasan, kursi goyang buyutku, almari beserta isi perabot antik, hiasan dinding, serta sebuah meja marmer kuno dari Italia. Warna dominan di sini adalah warna kuning emas dan merah.
Naik lagi kita ke kijing ketiga, ruang keluarga. Di sini terdapat amben-amben dan kamar tidur utama. Lalu ke belakang kita masuk ke ruang makan, kamar anak-anak, serta dapur dan kamar mandi.
Sementara di kolong rumah, terdapat gudang, kamar mandi, dan ruang kerja buat perempuan membuat kain songket. Rumah Limas ini dibangun dari kayu unglen dan meranti.
Yang mengalami perbaikan adalah gentingnya, sebab gentingnya mengalami kerusakan sehingga kalau hujan air masuk ke dalam rumah, lainnya tetap dipertahakan, termasuk kayu jendela yang bekas terkena peluru tentara Belanda saat perang mempertahakan kemerdekaan Indonesia di Palembang.
Akibat perang itu sebuah rumah dan gudang yang berada di samping kiri rumah Limas ini atau mendekati ujung lorong Tanggo Tana, menjadi rusak, dan kemudian dibongkar, bersamaan dengan mundurnya bisnis karet di Palembang, pada masa awal kemerdekaan Indonesia.
Rumah Limas yang dibangun buyutku ini, merupakan satu-satunya rumah Limas yang dibangun awal abad ke-20, yang masih bertahan di kampung Suro. *

0 Comments: