Selasa, 22 Juli 2008

Black Campaign dan Black Magic Woman

T. WIJAYA
Black Campaign dan Black Magic Woman

SAYA tergelitik membaca artikel milik seorang kawan di koran terbitan Palembang, mengenai adanya kampanye hitam atau black campaign di dunia internet, terutama di situs video www.youtube.com, selama proses Pemilukada Sumsel 2008-2013.
Menurut saya, teman itu cukup benar, dan tentu saja yang membacanya tidak harus mendengarkan Black Magic Woman punya The Offspring buat mencari kebenaran dari pemikirannya.
Namun, saya ingin memberikan sedikit pemikiran, yakni apa yang dimaksud dengan black campaign? Dan, apa perbedaannya dengan pembongkaran track record yang memang dibutuhkan public buat menilai seorang calon pemimpin?
Saya ingin menyodorkan persoalan, apakah ketika anak Soeharto yakni Mbak Tutut mau maju sebagai calon presiden, tiba-tiba media massa atau lawan politiknya membongkar semua persoalan yang menyangkut perilaku politik atau ekonominya di masa lalu, disebut sebagai tindakan black campaign?
Saya katakan itu bukan black campaign, tapi sebuah usaha membongkar masa lalu seorang calon pemimpin. Track record seorang calon pemimpin sangatlah penting buat dibongkar, sebab perilaku masa lalu seseorang jelas akan memengaruhi karakternya ke depan. Pemilihan presiden Amerika Serikat, misalnya, selalu melahirkan “pelacak” buat membongkar sekecil apa pun perilaku calon pemimpinnya yang dinilai negative.
Oleh karena ketatnya “pelacakan” ini, di Amerika Serikat seorang calon pemimpin sudah disiapkan sejak remaja. Segala perilakunya dijaga. Bukan di Indonesia, seorang penjahat dapat dilupakan begitu saja kejahatannya.
Tapi, bagaimana kalau informasi yang diungkap tidak ada kebenarannya? Maka, itu yang dimaksud dengan black campaign atau dalam bahasa moralnya disebut fitnah, dan di muka hukum dapat diproses sanksinya.
Jadi, menurut saya black campaign itu adalah sebuah pengungkapan negative tentang seseorang tanpa ada bukti atau tidak mendasar. Misalnya saya dikabarkan menerima sebuah mobil dari seorang calon kepala daerah sebagai sogokan. Kalau itu benar, itu merupakan catatan buruk saya seandainya mau maju sebagai calon anggota dewan. Saya jangan dipilih. Berdasarkan fakta itu saya adalah sosok yang gampang disogok. Skeptisnya, kalau saya sudah menjadi anggota dewan, pasti setiap ada kesempatan saya akan menerima sogokan.

Tameng Politisi Busuk
Saya sangat setuju dengan himbauan banyak pihak agar para calon tidak menggunakan cara-cara yang buruk dalam bersaing, termasuk melakukan black campaign. Sebab jangan dalam berebut kursi kekuasaan, dalam kehidupan sehari-hari saja kita dilarang—berdosa dan sanksi hukum—bila melakukan hal tersebut.
Namun, saya sangat mengkhawatirkan, jargon black campaign ini justru digunakan para penjahat atau politisi busuk buat menutupi boroknya di masa lalu. Misalnya iklan Wiranto beberapa waktu lalu yang memiliki dasarnya, dinilai sebagai black campaign. Atau, seorang juaro yang mau maju sebagai kepala daerah, identitasnya terjaga lantaran dilindungi jargon black campaign.
Misalnya saya dapat saja menuduh seseorang melakukan black campaign lantaran mengungkapkan perilaku saya di masa lalu yang memiliki banyak pacar, terhadap calon istri saya, meskipun itu benar adanya. “Itu tidak benar. Itu black campaign. Itu pembunuhan karakter,” kata saya kepada calon istri itu. “Saya ini wong populer, jadi banyak yang tidak senang dengan saya,” tambah saya.
Jadi, menurut saya, di era kebebasan informasi ini, berseliwerannya banyak informasi merupakan hal yang wajar. Biarkan public yang menilai; mana informasi yang benar dan yang tidak. Jika memang ada informasi yang buruk, tapi tidak mendasar, sebaiknya diproses secara hukum.

Akses Informasi
Justru yang berbahaya pada proses Pemilukada Sumsel ini yakni soal akses informasi yang macet. Setiap pihak menutupi atau menghalangi informasi yang dibutuhkan public.
Kalau akses informasi ini macet, maka public akan mendapatkan semua data atau informasi yang tidak benar atau tidak lengkap. Data atau informasi yang masuk akan dipenuhi dengan kebohongan atau ketimpangan. Dampaknya public akan salah menilai seorang calon kepala daerah. Nah, kalau ada sesuatu yang lain pada pemimpin ini, public pun akan kecewa dan menyesal.
Contoh ini mungkin dapat kita temukan pada actor politik yang menjadi anggota dewan. Saya percaya saat memilih mereka, public tidak mengetahui lebih banyak dan luas mengenai sosok mereka. Ya, seperti kata orang itu, membeli kucing dalam karung. Nah, sekarang mari kita nikmati Black Magic Woman yang ditembangkan The Offspring, yang tidak ada hubungannya dengan black campaign. (*)

0 Comments: