Oleh T.WIJAYA
SAYA akan mengatakan, meskipun dunia dipenuhi makanan instan, politikus busuk, peperangan, penyakit mematikan, orang-orang yang bunuh diri, beragam bentuk sepatu, jutaan aroma parfum, menumpuknya utang negara di Asia, Amerika Latin, dan Afrika, miliaran manusia menikah sesama jenis atau berlainan jenis, triliunan mobil dan sepeda motor dibuat, atau jutaan buruh dipecat dan jutaan petani kehilangan lahan, puisi tetap hidup. Puisi tetap lahir, hadir, walaupun kita tidak tahu di mana sebenarnya puisi-puisi itu diciptakan. Apakah lahir dari keliaran hati dan pikiran seorang penyair, atau dia memang ada sebelum manusia ada? Dia tumbuh di daun, berdiam di dalam batu, menggeliat di dalam air, menari di bungkus mi instan, batuk-batuk di bungkus rokok, bersenandung di alkitab, membelai dan menghentak bersama angin, membakar bersama matahari. Entahlah. Mungkin, kira-kira puisi selalu bersuara bersama bayangan Tuhan, yang saya percayai.
Mengapa saya mengatakan kalimat-kalimat yang mungkin terkesan meledak itu? Tak lain lantaran saya mengarungi sebuah lautan puisi di dunia internet. Saya geger budaya. Ya, memasuki wilayah atau negara baru yang 20 tahun lalu tidak terbayangkan. Berkenalan dengan banyak puisi bersama wajah, suara, bahasa, dari manusia yang menyampaikannya.
Website youtube atau dengan alamat www.youtube.com, memberikan suatu rumah yang begitu luas. Begitu juga halnya blog dengan alamat www.blogger.com, facebook atau www.facebook, multiply atau www.multiply.com, dan sebagainya.
Siapa pun penyair atau penikmat puisi dapat membuat kamarnya. Berekspresi sebebasnya, meskipun ada batasan etika, misalnya, jangan bersikap rasis atau mengundang dan mengajak berbuat kejahatan kemanusiaan.
Nah, di dunia internet itu miliaran puisi bertaburan. Mereka melintasi benua, berseliweran di kabel telepon, menembus badai, gempa bumi, seakan bersaing dengan mimpi-mimpi dan keinginan manusia.
Puisi Digital
SETAHUN belakangan ini, saya banyak memberikan waktu buat mengarungi youtube. Saya menyukai website ini lantaran dia menghadirkan puisi secara visual. Saya sebut puisi digital. Baik berupa video kreatif, live pembacaan puisi di panggung, di kamar, di jalan, di pasar, hingga animasi.
Berdasarkan data channel puisi di youtube yang saya temukan—mungkin akurasinya tidak lemah dan bisa bertambah atau berkurang saat ini—terdapat lebih kurang 421 channel puisi!
Channel puisi ini baik dikelola seorang penyair, organisasi, atau seorang remaja yang senang menulis puisi. Mulai dari www.youtube.com/user/badboypoet hingga www.youtube.com/user/ashaj45.
Menariknya, channel-channel tersebut saling berkomunikasi dan berbagi karya. Mereka berteman begitu saja dengan latar belakang budaya dan wilayah yang ribuan mil jauhnya. Pertemanan mereka tidak dibatasi agama, etnis, apalagi ideology.
Apa yang menarik dari puisi-puisi pada channel mereka? Tentu saja semua puisi ditampilkan dalam bentuk video, sebab youtube merupakan negara video terbesar dan terpopuler saat ini.
Di youtube, tampaknya seorang penyair tidak hanya dituntut pandai menulis, dia juga harus mampu memvisualkan karyanya—sekreatif mungkin—dalam sebuah video. Dampaknya setiap saat youtube menjadi ruang pertunjukkan puisi yang dapat dinikmati siapa pun di dunia ini. Mereka menyaksikannya secara gratis, di mana pun tempat, dan waktunya dapat ditentukan sendiri.
Anda akan menemukan puisi Four Quartets karyaT.S. Eliot yang dibacakan seorang nenek menyebutkan dirinya Ida (80) di channel www.youtube.com/user/Idlinfarm, lalu para penyair yang sekian abad lalu sudah mati, seperti Edgar Allan Poe, Gerard Manley, Alfred Lord, Walt Whitman, Ezra Pound, Zinaida Gippius, Dante Gabriel Rosseti, James Weldon, di youtube kembali hidup lalu membacakan puisinya di channel www.youtube.com/user/poetryanimations, puisi-puisi yang dalam film animasi pada www.youtube.com/user/akatashii, mendengarkan aktor Robert Gray menyenandungkan “Swarthy as oilcloth and as squat. as Sancho Panza. wearing a beret's little stalk. the pear…” atau artinya saya terjemahkan bebas menjadi: “Berkulit hitam sama taplak berlapis minyak dan seperti, berjongkok, seperti Sancho Panza, memakai suatu stalk kabaret yang kecil , buah per…” dari puisinya berjudul A Bowl of Pears di www.youtube.com/user/poetryinternational, hingga kita dapat mendengarkan puisi yang di-Rap-kan dalam banyak channel, contohnya channel www.youtube.com/user/PoeM1988. Sedikit promosi, jika Anda buat mencarinya di internet, Anda cukup mengklik blog saya www.sajakdigital.blogspot.com. Di sana Anda menemukan 113 channel puisi yang ada di youtube.
Masih Asing
Tetapi, yang mengejutkan, ternyata sulit sekali menemukan puisi digital atau video puisi para penyair Indonesia. Baik yang sudah meninggal dunia maupun yang masih hidup. Saya beruntung menemukan puisi Aku dan Tuhanku karya Sutan Takdir Alisjahbana yang dibacakan Dian Sastrowardoyo dalam acara 100 tahun STA. Untungnya juga penyair seperti Chairil Anwar, Sutardji Calsoum Bahri atau WS Rendra banyak ditemukan.
Saya tidak tahu kenapa hal ini terjadi. Padahal bila ditelisik dari perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, penyair selalu di depan. Katakanlah, pada saat masyarakat Indonesia butuh hurup latin, penyairlah yang lebih dulu pandai membaca dan menulis, begitupun soal tradisi mencetak buku.
Memang, saya nyaris menemukan para penyair di Indonesia dalam sebuah blog. Tetapi, saya merasakan itu semacam pemindahan ruang baca, dari media cetak, buku, ke dunia internet. Artinya, dapat dikatakan para penyair di Indonesia masih percaya puisi adalah bahasa tulis, bukan bagian dari sebuah proses penandaan dengan menggunakan berbagai bahasa lain, seperti bunyi dan rupa.
Terlepas soal perdebatan mengenai media puisi, saya melihat fenomena puisi digital yang mulai membooming sejak 2006 atau 2007 lalu di berbagai belahan dunia, merupakan media yang cukup efektif dan artistic dalam membangun komunikasi dengan mayarakat pecinta puisi di dunia.
Apalagi saat ini, dunia video bukan merupakan sesuatu yang mahal atau mewah. Tiap computer kini memiliki program pengolahan video, alat perekam gambar bukan hanya tergantung pada kamera yang harganya jutaan rupiah seperti dimiliki stasion televisi, sebab sebuah handphone yang harganya ratusan ribu kini sudah dapat memotret dan merekam gambar. Lalu, ribuan jaringan internet, baik di warung internet atau di rumah, siap dikunjungi.
Jelasnya, saya merasakan penyair hari ini dituntut seperti di awal abad masehi, yang mampu menampilkan puisi dalam beragam penandaan, atau seperti kita mendengarkan senandung puisi di sebuah dusun di kaki Bukitbarisan.
Namun, ada satu hal yang harus diingat sebelum menggunakan internet. Dunia internet juga memiliki etikanya. Semangat internet adalah semangat berbagi sebagai sikap kritis atas dominasi informasi yang selama ini dimainkan pemerintah, humanis, individualistic, dan tidak rasis. Pengguna internet yang baik yakni memberikan ruang bagi banyak orang. Bila egois, niscaya dia akan kesepian dalamt pergaulan, tak ada yang mau ke rumah kita seandainya tamu yang sedikit atau cenderung memilih.
Selain itu, saya ulangi lagi, etika tetap dijaga. Yang cukup mengejutkan saya—kecuali blog atau situs khusus porno—di dunia barat yang selama ini dipercaya sangat “bebas” ternyata mereka sangat menjunjung etika. Gambar-gambar yang ditampilkan jauh lebih sopan, atau tidak mengekspos pornografi atau “seks” dalam pengertian pribadi. Bila ada yang berbau porno, itu semata berkarakter natural, sebab ditampilkan sangat hati-hati. Bagaimana tidak, bila itu dilanggar alamat mereka akan dihapus—terutama yang gratisan—dan akan diasingkan para pengguna internet lainnya.
Jadi, mempertegas pernyataan saya di awal tulisan ini, sebenarnya tak ada kuburan bagi puisi. Ketika penyair kehilangan pena dan kertas, media cetak, gedung kesenian, mesin cetak, kebebasan berekspresi, internet menjadi kebun bunga, lapangan sepakbola, atau negara yang lebih luas dan bebas. [*]
Jumat, 12 Desember 2008
Sekilas Puisi Menandai Internet
Diposting oleh T. Wijaya di 12.18
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
3 Comments:
mas....lam kenal...
bloleh jg tuh ada puisi digital>>>
mas gue punya ide inih...
gmn kli bikin komunitas blog puisi gitu>>>>
mohon tanggafannya>>>
keren, buat bae, to tidak ngajak masuk neraka kan? hehehehe..lanjut.
Titanium Light (Titanium Art) | Titsanium Art
The Titanium light has been manufactured in many ford ecosport titanium of the best titanium mens wedding bands quality aluminum steel designs around. This titanium crystal aluminum-quality metal art is used to create $19.99 · In microtouch titanium trim stock titanium aftershokz
Post a Comment