Rabu, 04 Juni 2008

Esai Pindahkan Ibukota Palembang








T. WIJAYA
Pindahkan Ibukota ke Palembang

BENCANA banjir yang sering melanda DKI Jakarta, yang berdampak lumpuhnya transportasi sehingga menyebabkan aktifitas pemerintahan dan bisnis terhenti atau terganggu, serta ancaman amblasnya tanah kota tersebut, membuktikan DKI Jakarta sudah tidak pantas menjadi ibukota Indonesia, sehingga ibukota negara ini harus pindah ke daerah lain. Jika sepakat, kira-kira ke mana ibukota itu dipindahkan? Saya menyarankan ke Palembang. Lo?



Beberapa waktu lalu, saya menulis dalam sebuah artikel mengapa ibukota Indonesia sebaiknya pindah ke Palembang . Namun, alasan saya itu tidak menggubris para politisi yang memiliki gagasan memindahkan ibukota Indonesia ke Bogor atau ke Kalimantan , seperti di Palangkarya atau Kutai.


Palembang merupakan kota tertua di Indonesia . Dia memiliki sejarah panjang dalam sejarah nusantara, yang merupakan wilayah kekuasaan Republik Indonesia . Sebagai kota tua, berumur berkisar 13 abad, Palembang telah membuktikan diri sebagai kawasan yang layak dijadikan pusat kekuasaan. Selama 8 abad, sebelum VOC dan kolonial Belanda menciptakan Jakarta, Palembang membuktikan diri sebagai kota yang paling ramai dan tersibuk di nusantara, dampak dijadikannya Palembang sebagai ibukota kerajaan Sriwijaya.


Berdasarkan catatan sejarah, di Palembang belum pernah terjadi bencana alam yang menyebabkan kota Palembang hancur, seperti gempa bumi, gunung meletus, atau bencana banjir seperti dialami DKI Jakarta. Itu tebukti sejak kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Islam Palembang, Kesultanan Palembang Darussalam, hingga saat ini. Meskipun banjir mulai melanda Palembang dalam 10 tahun terakhir, tapi itu tidak separah yang dialami Jakarta . Banjir ini sebagai akibat dari pembangunan yang tidak memperhatikan daerah resapan air, atau terjadi penimbunan anak sungai Musi, yang dilakukan sejak kolonial Belanda pada awal abad 20.


Tapi, yang sangat penting, sumber daya alam yang berada di sekitar Palembang sangat mendukung, baik sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, dan energi. Selain di wilayah Sumatra Selatan yang kaya dengan sumber energi seperti gas, minyak bumi, batubara, juga hasil hutan, perkebunan, juga melimpah. Belum lagi sumber ini didukung oleh wilayah lain yang sangat dekat Sumatra Selatan, seperti Lampung, Jambi, Bengkulu, dan Bangka-Belitung.


Di sisi lain, sejarah membuktikan di Palembang pembauran suku-bangsa di nusantara maupun dunia, berlangsung sejak kota itu didirikan. Bahkan, belum pernah terjadi konflik antaretnis atau suku yang cukup luas di Palembang . Banyak sekali ditemukan di Palembang , seseorang memiliki garis keturunan yang merupakan pembauran suku-bangsa. Misalnya saya yang memiliki puyang atau nenek moyang dari Tiongkok, Arab, Jawa, dan Melayu.


Bahkan, di daerah pinggiran Palembang, terdapat banyak dusun atau kampung yang warganya merupakan keturunan etnis dari berbagai daerah di nusantara, seperti Jawa, Bugis, Melayu, Minangkabau, hingga India, Arab, dan Tionghoa.


Di sisi lain, sampai saat ini berbagai komunitas kepercayaan, seperti Islam, Katolik, Hindu, Budha, Protestan, dan lainnya, hidup tenang dan damai. Tidak pernah terjadi pertentangan yang menjurus kekerasan. Gereja, pura, klenteng, masjid, berdiri dengan tenangnya, tanpa harus cemas diteror bom atau lainnya.


Kalaupun ada yang mencatat terjadinya kerusuhan massa pada Mei 1998 lalu, sebenarnya bukan konflik antaretnis, tapi reaksi kemarahan masyarakat miskin terhadap kelompok orang kaya.


Lalu, mengenai penilaian Palembang merupakan daerah tidak aman atau banyak terjadi tindak kriminalitas, itu pun merupakan ekses dari posisinya sebagai kota besar di Indonesia . Artinya Palembang tidak berbeda dengan DKI Jakarta, Medan , Bandung , Surabaya , atau Makasar, yang tingkat kriminalitasnya tinggi.

MEMANG, secara geografis Palembang tidak terlalu strategis dibandingkan Palangkarya atau Kutai. Tapi, itu mungkin menjadi pertimbangan berikutnya, jika di daerah lain tidak se-pluralitas dan aman dari bencana alam seperti Palembang .

Saya khawatir, jika ibukota dipindahkan ke Bogor , persoalan yang dihadapi DKI Jakarta, mengenai lingkungan hidup, akan kembali terjadi. Sementara di Kalimantan, yang saya cemaskan adalah proses pembauran suku-bangsa. Seperti konflik antara pendatang [Madura] dengan penduduk asli [Dayak], yang masih kuat dalam ingatan kita.

SECARA infrastruktur Palembang memang tidak selengkap DKI Jakarta. Tapi, itu mungkin tinggal disentuh sedikit lagi. Palembang telah memiliki bandara international Sultan Mahmud Badaruddin II, memiliki [cikal] pelabuhan international Tanjung Api-Api, serta fasilitas publik maupun bisnis yang cukup baik, seperti hotel, sarana olahraga, pusat perbelanjaan, rumah ibadah, lembaga pendidikan, maupun wilayah atau lahan yang dapat dijadikan kawasan pengembangan kota, baik yang masuk wilayah Palembang, atau dari kabupaten terdekat seperti Banyuasin, Ogan Komering Ilir, dan Ogan Ilir.


Khusus transportasi, Palembang selain memiliki fasilitas darat, udara, laut, juga sungai. Sungai Musi, sejak ratusan tahun lalu hingga hari ini, masih digunakan secara baik oleh masyarakat maupun pemerintah.


Artinya, persiapan Palembang sebagai ibukota Indonesia tinggal memoles, bukan membangun dari nol. Hanya, yang harus diperhatikan, pengembangan kota yang harus memperhatikan lingkungan hidup. Kawasan resapan air seperti rawa dan sungai, jangan lagi dijadikan lokasi pembangunan. Lokasi pembangunan betul-betul dikembangkan pada wilayah kering, atau tidak melakukan penimbunan.


Bila Palembang dijadikan ibukota Indonesia , sebenarnya bukan suatu yang mengejutkan. Sejak dahulu, sebelum Indonesia berdiri, bangsa Tiongkok, Arab, Afrika, maupun Eropa, telah mengenal Palembang . Dampak dari hubungan politik dan ekonomi, yang dijalankan kerajaan Sriwijaya, kerajaan Islam Palembang, maupun Kesultanan Palembang Darussalam. Sehingga tidak heran, sebagian warga Malaysia , Thailand selatan, Filipina selatan, Srilangka, maupun di Afrika timur, mengaku berasal dari Palembang . [*]

1 Comment:

Anonim said...

Belum banyak pemerintah indonesia melihat kota tua ini. Saya sangat setuju bila ibukota indonesia pindah ke palembang, orang palembang bisa menyesuaikan diri dengan semua ras dan bangsa hanya saja banyak orang yang tidak melihat hal tersebut. Mudah-mudahan pemerintah bisa melihat Palembang merupakan kota tertua di Indonesia yang sangat maju pesat. Go Palembang!!